Thursday, November 26, 2015

'apakah kamu bahagia?" berhenti pura-pura ini bukan resonasi 52 Hertz dalam lautan

ada satu juta cara di muka bumi yang bisa bikin fokus mu buyar seketika.
boleh ga sih, aku cerita tentang kisah orang lain yang aku kenal di muka bumi ini? orang yang jaraknya seinci lebih dekat dari pada bantal dan kasur yang setia menemani.

tahu tidak, perkataan seseorang terhadap orang lain, efeknya bisa jangka panjang. apalagi kalau orang itu adalah orang yang paling dekat denganmu, simplenya kamu sempat bercokol selama kurang lebih sembilan bulan dalam perutnya. sangat simplenya lagi, kamu dilahirkan olehnya.


semua orang di jagad raya dunia ini tahu dengan pasti bahwa katanya surga itu ada dibawah telapak kaki ibu. kenapa sih bukan di bawah telapak kaki ayah saja? istilah perempuan harus didahulukan dan selalu benar, mungkin saja semuanya bermula dari sini.
ini adalah kuadran nol derajat dalam hidup, dan sesungguhnya ada yang sedang mencoba bergeliat mencapai, yah setidaknya titik ke 90 derajat, sayangnya dukungannya berbalik sempurna. alih-alih di dorong maju, dia justru di tarik mundur.

bukan bermaksud cengeng atau menjelek-jelekan pemilik surga di telapak kakinya tersebut, dia justru sedang mengalami tendensi sempurna yang menyebabkannya kehilangan satu juta voltase kepercayaan diri. lagi-lagi kepercayaan dirinya telah direnggut dengan paksa, hanya karena sebuah perbincangan singkat melalui pesawat telepon.

bahkan dia sempat ingin membunuh orang yang menciptakan alat komunikasi super canggih tersebut. jahat yah? memang.

yang saya tahu, dia baru saja akan merajut mimpinya yang sempat tertunda selama kurang lebih 21 tahun lebih 8 delapan bulan. dia baru ketemu mimpinya yang sempat hilang itu, tapi baru saja ketemu, alih-alih disatukan, dia justru diputuskan.

dia bisa saja mengumpat kasar disebrang telpon, atau bahkan meracau tak karuan bak orang sinting yang kehilangan pil tidurnya semalam, tapi dengan segala kepercayaan bahwa surga memang ada di dasar telapak kaki, dia tahan sebisanya, sekuat tenaga dengan buku-buku jari yang mulai memutih akibat cengkraman kuat dan nafas yang di tahan. ujung-ujungnya dia kembali menyiksa diri.

dia terkadang dengan iklas menjadi seorang masokis

dia itu juga orangnya mudah percaya, tapi sayang terlalu bodoh untuk mengelak fakta atau suatu kebohongan yang orang sampaikan terlalu sering padanya.

kadang aku miris mengenal dia, bagaimana bisa ada manusia di muka bumi yang selalu tertawa lepas di luar, mentertawakan hal-hal kecil dengan penuh bahagia, padahal jelas jiwanya hampir hancur serupa pesawat tempur di tembak musuh.

jadi aku tidak salahkan, kalau memanggilnya seorang masokis sejati?

dari pada itu, mimpinya yang terlalu sering di jebak dan dihempaskan, tentu sulit untuk dia rajut kembali. suatu hari dia bilang kalau dia ingin menjadi seseorang yang ada di medan perang, dengan micropone di genggaman. alih-alih di dukung dengan nasihat-nashat bijak, orang dengan surga di telapak kakinya itu justru meracau tentang harus sukses dan masuk TV swasta, padahal yang aku tahu dia berharap dengan ada setitik rasa khawatir dan nasihat bijak nan indah yang akan dikeluarkan oleh si pemilik surga di tapak kaki itu.

tapi yang di dapat sangat berbanding terbalik dengan apa yang dia harapkan.

lain pemilik surga lain lagi pencari nafkah, si pencari nafkah terlalu sibuk membantu dia untuk menggapai mimpi menjadi pemegang microphone di arena peperangan, tanpa bertanya sedikit pun apa benar itu yang benar-benar dia inginkan?

yang paling menyedihkannya adalah, dia tak pernah ditanya sekalipun, tentang sesuatu yang dia tunggu selama 21 tahun lebih 8 bulan hidupnya

“apa kamu bahagia?”

dia kemudian percaya, harapan atau keinginan seseoarang itu mirip lampu lighter, kalau terlalu lama dinyalakan, akhirnya akan membakar jempol mu juga, jadi seperti lampu lighter, harapan dia haru ceat-cepat dipadamkan.

jangan tanya, apa dia sering menjerit? tentu saja, dia menjerit seperti paus kesepian yang suaranya berada dalam kurun hitung 52 hertz. tentu saja tak ada yang mendengar. dia punya gelombang suara minta tolong, tapi sayangnya gelombanganya berada dalam resonasi putus asa, berada dalam gelombang 52 yang paling menyedihkan. dan kesepian.

yang aku tahu, selain masokis dia juga sekarang hampir gila. suatu hari ada kegilaan yang memancingnya muncul kepermukaan, tapi dia ingat Tuhan. dia tidak boleh gila, masih banyak orang yang lebih menyedihkan darinya. itu pikirnya, setidaknya dia masih harus beripikiran positive, meskipun disekililingnya benar-benar terbentang istilah negative, toh hidup memang seperti itu bukan? itu pemikirannya diawal.

sampai tadi siang, saat pemilik surga di telapak kaki kembali mengempaskan mimpinya yang baru dia rajut semalaman.

dia baru saja minta dukungan dengan bercerita bahwa dia akan ikut suatu lomba tulis-tulisan di jejaring sosial.

sayangnya, si pemilik surga justru mengempaskan mimpinya kembali, melontarkan kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan saat menulis kelak, tanpa bertanya sedikitpun, sebenarnya apa yang ingin dia tulis? singkatnya impiannya sudah di blok dengan impian si pemilik surga.

selalu saja seperti itu, ketika dia mulai bertemu mimpi, dengan drastis mimpinya akan di blok oleh mimpi orang lain yang juga tiba-tiba muncul begitu saja. singkatnya dia selalu dijebak dalam mimpi orang lain.

nah, jadi dia harus bagaimana?

semua orang mungkin akan bilang. itu hanya perasaan dia saja, jelas-jelas keluarganya sangat peduli dengan selalu mendukung impiannya meskipun caranya berbeda.
kamu yakin? aku paling dekat denganya loh, bahkan sampai tahu menu makan siang yang paling dia sukai setiap hari apa.

semuanya tergantung pada poin of view mu, tapi percayalah, orang yang berada dalam resonasi suara 52 paling kesepian dan menyedihkan pun terkadang yang dia butuhkan hanya ditanya

“apakah kamu benar-benar bahagia?”


1 comment:

  1. ngaji dulu
    terus menhayati
    lalu pasti kan pasti kan
    ucap syukur kepada gusti moho suci
    ngaji ngaji dan paku di hati

    ReplyDelete