Sunday, December 6, 2015

Neraka dalam Surga atau Sebaliknya

suatu hari saya di rong-rong rasa takut

ada alasannya, tentu saja, banyak hal. di usia 22 tahun, bohong kalau saya bilang saya tidak takut jadi dewasa, saya tidak takut menghadapi masa depan. takut? tentu saja. saya takut sekali. banyak alasannya, saya belum siap salah satunya.


dari ketidaksiapan itu, berujung pada mode melarikan diri sejauh-jauhnya. bersembunyi dalam kedok melambat-lambat masa studi yang harusnya sudah bisa selesai diangka semester 8 atau pahit-pahitnya 9 deh. seperti saya ini contohnya yang malah mandeg diangka bab 3 pengerjaan skripsi. ujung-ujungnya usia makin tua tapi kelakuan tidak ada dewasa-dewasanya sama sekali, kata psikologi itu namanya berjalan dijalur setan dan sudah terjangkit dalam sindrom cinderella atau sindrom peterpan.

aduh, tapi sayangnya tidak semua bisa dikategorikan dalam sindrom-sindorm serupa bukan?

saya tidak memungkiri kalau saya adalah salah satu orang yang sedang mengalami itu. perlu dicatat saya sudah bilang diawal bahwa saya juga sedang ketakutan, ketakutan jadi dewasa. benci pada orang dewasa, ketakutan dengan berbagai tuntutan yang akan mengejar bak malaikat maut yang siap menggorok leher kapan saja. serius, itu sesak sekali, dikejar-kejar sesuatu yang tak kasat mata tapi selau berlari dalam pikiran, mau tidur ga enak, mau diem ga enak, mau minggat ga bisa, kan mana boleh kabur dari tanggung jawab. lumrahnya sih begitu.

kadang saya rindu, pada masa-masa dulu. betapa hidup saya tenang setenang air di dalam bak mandi yang begitu-begitu saja. airnya Cuma abis kalo dipake mandi tapi bisa diisi lagi. begitu terus siklusnya, tidak ada bom yang siap meledak di detik ke 60 atau masalah-masalah yang menghimpit menggunung bagai gunung kilimanjaro yang akan meletus.

kata orang akhir-akhir ini saya gila dan melankolis, kalau saya adalah jenis musik, saya sudah dicampur dari dangdut sama musik rock, dicampur jadi satu. kadang hati saya dangdut banget, mudah banget nangis, mudah banget sedih, tapi selebihnya kelakuan saya minus banget kaya pasien rumah sakit jiwa yang kabur dari bangsal, bentar-bentar ketawa, bentar-bentar jerit. saya juga bingung, kenapa jadi begini sekarang.

mungkin, saya hanya sedang terjebak dalam romantisme masa lalu, saat masalah hanya berputar disekitar tugas-tugas tanpa revisi, atau percekcokan antar teman dengan masalah sepele yang dua jam kemudian bisa beres tak berkepanjangan, bukan masalah atau percekcokan antara keluarga yang efeknya bisa berkepanjangan.

yaah, namanya hidup kan selalu seperti itu, kalau tidak pahit yah manis, kalau tidak manis yah pahit. mau apalagi, catur rasa ya diaduk-aduk. memang begitu, Tuhan itu hobi mengaduk-ngaduk.

saya tidak bisa menyalahkan tuhan yang sudah bikin hidup saya layak disebut dengan panggung opera sabun tapi dalam versi yang lebih sinting. saya masih bertepuk tangan meriah dan bayar pajak sama Tuhan. mau bagaimana lagi, Dia sudah baik sekali menjadikan saya salah satu pemeran utama dari sekian pemeran utama lainnya dalam skenario yang Dia buat sendiri tanpa casting loh. ini serius.

tuh, lihat, mungkin disana Dia sedang tertawa.

gampang sekali untuk jadi pemeran drama dalam skenario yang Tuhan buat, yang bertitel dan berjudul besar TAKDIR. cukup dengan sabar aja tinggal di perut pemeran lain selama sembilan bulan. habis itu kamu resmi jadi pemeran utama. mudah sekali.

tapi ya gitu, awalnya mudah kesananya sulit. namanya juga drama, pasti begitukan.
benarkan, kata orang saya lagi dangdut banget.

serius dulu saya tipe orang yang bingung dengan hidup orang yang kayaknya sedih banget, susah banget, merana banget, keluargnya ga harmonis dan bla ba bla bla, tapi yah akhirnya saya tahu. itu kan hidup, kemaren saya yang bingung, sekarang saya yang hancur. kalau masih bingung tanya saja sama Tuhan, kan dia yang buat skenario.

pasti mereka bilang kalau saya sedang mengutuk Tuhan, engga. saya hanya sedang curhat dan ingin didengar Tuhan. kenapa ga berdoa? saya sudah sering berdoa, bukan sombong tapi memang itu kenyataanya. saya doa sama Tuhan, minta A malah diberi Z. oh mungkin Z lebih baik buat saya, pasti kalian mikirnya gitu? kalau baik kenapa sekarang saya begini?
kan Tuhan tidak pernah salah, kita makasih saja sama Dia yang udah baik banget itu.

abis ini, pasti saya dibenci sesama mahluk, katanya saya murtad dan kurang ajar. tapi sayangnya engga, saya Cuma sedang mengelurkan unek-unek, apa masih salah?

intinya begini, saya tahu masalah itu jalan satu-satunya diselesaikan, bukan ditangisi apalgi ditinggalkan. tapi setelah bekali-kali saya berusaha menyelasikan, tapi tak kunjung juga selesai, bolehkan sekali-kali saya marah, engga marah deh Cuma pengen keluarin unek-unek saja. intinya saya Cuma butuh pelampiasan.

saya bosen, saya pengen hidup yang mirip disney princess, happy ending. bahagia mulu akhirnya. bukan hidup yang mirip sinetron drama korea, yang kebanyakaan pemeran utamanya mati dilindes truk (ini boong) yaa intinya ga mau seperti drama-drama yang sad ending mulu.

saya pengen hidup di opera yang bahagia, bukan hidup di opera yang sinting seperti sekarang.

kata orang saya gila, idiot, dan selalu terlihat bahagia. yang orang lihat begitu, yang saya rasakan justru begini.

kesepian, sendirian, dan tidak bahagia.

saya minta tolong, tapi orang lain tidak mendengar. saya pengen kabur, tapi saya terlalu pengecut buat lari.

saya bukan kena peterpan sindrom atau cinderella sindrom. saya benci dengan dua istilah itu. yang benar adalah saya benci sama orang dewasa yang dengan hebatnya justru tidak bersikap dewasa. makanya saya benci mereka.

7 desember 2015
2.53 pm, Jatinangor





1 comment:

  1. Dont give up kakaknya! Ih sama banget aku juga kadang suka takut sama masa depan kira kira mampu nggak ya aku tapi kata salah satu teteh masalah itu akan menjadi ringan setelah kita melaluinya. Kayak mungkin beberapa bulan lalu skripsi rasanya susah banget tapi sekarang cari kerja kayaknya lebih susah hehehe
    Semoga Allah senantiasa melapangkan dada dan hati kita aamiin semangaaat! ^^

    ReplyDelete