suatu hari saya di rong-rong rasa takut
ada alasannya, tentu saja, banyak hal. di usia 22 tahun, bohong kalau
saya bilang saya tidak takut jadi dewasa, saya tidak takut menghadapi masa
depan. takut? tentu saja. saya takut sekali. banyak alasannya, saya belum siap
salah satunya.
dari ketidaksiapan itu, berujung pada mode melarikan diri
sejauh-jauhnya. bersembunyi dalam kedok melambat-lambat masa studi yang harusnya
sudah bisa selesai diangka semester 8 atau pahit-pahitnya 9 deh. seperti saya
ini contohnya yang malah mandeg diangka bab 3 pengerjaan skripsi.
ujung-ujungnya usia makin tua tapi kelakuan tidak ada dewasa-dewasanya sama
sekali, kata psikologi itu namanya berjalan dijalur setan dan sudah terjangkit
dalam sindrom cinderella atau sindrom peterpan.
aduh, tapi sayangnya tidak semua bisa dikategorikan dalam
sindrom-sindorm serupa bukan?
saya tidak memungkiri kalau saya adalah salah satu orang yang sedang mengalami
itu. perlu dicatat saya sudah bilang diawal bahwa saya juga sedang ketakutan,
ketakutan jadi dewasa. benci pada orang dewasa, ketakutan dengan berbagai
tuntutan yang akan mengejar bak malaikat maut yang siap menggorok leher kapan
saja. serius, itu sesak sekali, dikejar-kejar sesuatu yang tak kasat mata tapi
selau berlari dalam pikiran, mau tidur ga enak, mau diem ga enak, mau minggat
ga bisa, kan mana boleh kabur dari tanggung jawab. lumrahnya sih begitu.
kadang saya rindu, pada masa-masa dulu. betapa hidup saya tenang setenang
air di dalam bak mandi yang begitu-begitu saja. airnya Cuma abis kalo dipake
mandi tapi bisa diisi lagi. begitu terus siklusnya, tidak ada bom yang siap
meledak di detik ke 60 atau masalah-masalah yang menghimpit menggunung bagai
gunung kilimanjaro yang akan meletus.
kata orang akhir-akhir ini saya gila dan melankolis, kalau saya adalah
jenis musik, saya sudah dicampur dari dangdut sama musik rock, dicampur jadi
satu. kadang hati saya dangdut banget, mudah banget nangis, mudah banget sedih,
tapi selebihnya kelakuan saya minus banget kaya pasien rumah sakit jiwa yang
kabur dari bangsal, bentar-bentar ketawa, bentar-bentar jerit. saya juga
bingung, kenapa jadi begini sekarang.
mungkin, saya hanya sedang terjebak dalam romantisme masa lalu, saat
masalah hanya berputar disekitar tugas-tugas tanpa revisi, atau percekcokan
antar teman dengan masalah sepele yang dua jam kemudian bisa beres tak
berkepanjangan, bukan masalah atau percekcokan antara keluarga yang efeknya
bisa berkepanjangan.
yaah, namanya hidup kan selalu seperti itu, kalau tidak pahit yah manis,
kalau tidak manis yah pahit. mau apalagi, catur rasa ya diaduk-aduk. memang
begitu, Tuhan itu hobi mengaduk-ngaduk.
saya tidak bisa menyalahkan tuhan yang sudah bikin hidup saya layak
disebut dengan panggung opera sabun tapi dalam versi yang lebih sinting. saya
masih bertepuk tangan meriah dan bayar pajak sama Tuhan. mau bagaimana lagi, Dia
sudah baik sekali menjadikan saya salah satu pemeran utama dari sekian pemeran
utama lainnya dalam skenario yang Dia buat sendiri tanpa casting loh. ini
serius.
tuh, lihat, mungkin disana Dia sedang tertawa.
gampang sekali untuk jadi pemeran drama dalam skenario yang Tuhan buat,
yang bertitel dan berjudul besar TAKDIR. cukup dengan sabar aja tinggal di
perut pemeran lain selama sembilan bulan. habis itu kamu resmi jadi pemeran
utama. mudah sekali.
tapi ya gitu, awalnya mudah kesananya sulit. namanya juga drama, pasti
begitukan.
benarkan, kata orang saya lagi dangdut banget.
serius dulu saya tipe orang yang bingung dengan hidup orang yang
kayaknya sedih banget, susah banget, merana banget, keluargnya ga harmonis dan
bla ba bla bla, tapi yah akhirnya saya tahu. itu kan hidup, kemaren saya yang
bingung, sekarang saya yang hancur. kalau masih bingung tanya saja sama Tuhan,
kan dia yang buat skenario.
pasti mereka bilang kalau saya sedang mengutuk Tuhan, engga. saya hanya
sedang curhat dan ingin didengar Tuhan. kenapa ga berdoa? saya sudah sering
berdoa, bukan sombong tapi memang itu kenyataanya. saya doa sama Tuhan, minta A
malah diberi Z. oh mungkin Z lebih baik buat saya, pasti kalian mikirnya gitu?
kalau baik kenapa sekarang saya begini?
kan Tuhan tidak pernah salah, kita makasih saja sama Dia yang udah baik
banget itu.
abis ini, pasti saya dibenci sesama mahluk, katanya saya murtad dan
kurang ajar. tapi sayangnya engga, saya Cuma sedang mengelurkan unek-unek, apa
masih salah?
intinya begini, saya tahu masalah itu jalan satu-satunya diselesaikan,
bukan ditangisi apalgi ditinggalkan. tapi setelah bekali-kali saya berusaha
menyelasikan, tapi tak kunjung juga selesai, bolehkan sekali-kali saya marah,
engga marah deh Cuma pengen keluarin unek-unek saja. intinya saya Cuma butuh
pelampiasan.
saya bosen, saya pengen hidup yang mirip disney princess, happy ending.
bahagia mulu akhirnya. bukan hidup yang mirip sinetron drama korea, yang
kebanyakaan pemeran utamanya mati dilindes truk (ini boong) yaa intinya ga mau
seperti drama-drama yang sad ending mulu.
saya pengen hidup di opera yang bahagia, bukan hidup di opera yang
sinting seperti sekarang.
kata orang saya gila, idiot, dan selalu terlihat bahagia. yang orang
lihat begitu, yang saya rasakan justru begini.
kesepian, sendirian, dan tidak bahagia.
saya minta tolong, tapi orang lain tidak mendengar. saya pengen kabur,
tapi saya terlalu pengecut buat lari.
saya bukan kena peterpan sindrom atau cinderella sindrom. saya benci
dengan dua istilah itu. yang benar adalah saya benci sama orang dewasa yang
dengan hebatnya justru tidak bersikap dewasa. makanya saya benci mereka.
7 desember 2015
2.53 pm, Jatinangor
Dont give up kakaknya! Ih sama banget aku juga kadang suka takut sama masa depan kira kira mampu nggak ya aku tapi kata salah satu teteh masalah itu akan menjadi ringan setelah kita melaluinya. Kayak mungkin beberapa bulan lalu skripsi rasanya susah banget tapi sekarang cari kerja kayaknya lebih susah hehehe
ReplyDeleteSemoga Allah senantiasa melapangkan dada dan hati kita aamiin semangaaat! ^^