Suatu hari, seseorang pernah
merasa tidak sepenting itu untuk menjadi manusia. Suatu hari ada hal yang
benar-benar membuat seseorang ini berpikir untuk berhenti bertahan, berhenti untuk
pura-pura kuat. Suatu hari ada seseorang yang berpikir dia bukan apa-apa. Hanya
nothing.
Masalahnya adalah seseorang itu
tidak tahu pasti masalah yang sesungguhnya dia hadapi. Dia hanya merasa…sendirian.
Dia hanya merasa ditinggalkan. Dia hanya merasa…lelah. Orang itu bilang. Mungkin
ada bagian dari dirinya ingin diperhatikan. ingin dianggap penting atau sekadar ditanya kabar.
Karena, Kurang lebih selama 10 bulan yang
lalu dia tahu satu hal. Semua kebahagian dalam hidupnya, orang-orang yang
menyayanginya, hanya ilusi, semuanya kebohongan demi menutupi kebusukan yang hampir
22 tahun itu dipendam. seseorang itu tidak tahu pasti, hanya saja rasanya terlalu
menyakitkan saat seusia itu dia baru tahu kebenarannya.
seseorang itu mulai sadar jika hidupnya
dalah frasa ketidaksempurnaan. Hidupnya adalah kepingan-kepingan dari
ketidakteraturan dalam setiap pergerakan alam. Tak pernah ada yang benar-benar
baik yang pernah dia lakukan. Dengan kata lain hampir semua yang dia pilih
adalah ketidak-sinkronan, semua yang dilakukan tak pernah benar-benar berhasil
100%. Dia hanya bagian dari ketidaksempurnaan yang semakin terpuruk karena
makin banyaknya ketidakteraturan.
Lalu selama ini, pelukan-pelukan
itu apa? Hanya rasa kasihan dan empati yang mungkin tidak akan sama lagi. seseorang ini sudah
tahu, tapi karena ketakutan akhirnya seseorang itu pura-pura diam dan berpikir
‘ah,
mungkin ini mimpi. Aku masih bagian dari mereka’.
Kasihan.
Dia hanya takut.
Usianya saja yang besar jumlah
angkanya, tapi ternyata nyalinya masih seperti anak SD.
Suatu hari seseoarang itu bersikukuh
untuk tetap pura-pura baik-baik saja, selama ini dia memang selalu seperti itu,
terlalu bahagia, sampai cacing pun iri melihatnya, sayangnya sepuluh bulan yang
lalu akhirnya dia yang iri pada cacing. Hidupnya bahkan hanya ilusi.
Seseorang itu dulu tidak pernah
iri pada teman-temannya, tapi sekarang dia bahkan iri pada pengemis.
‘kenapa
mereka terlalu terlihat bahagia, bahkan saat menadahkan tangan meminta-minta?’
kasihan, seseorang ini terlalu
sendirian.
Seseorang itu, pada akhirnya
bosan dengan pelukan dan pesan-pesan singkat yang saban hari dikirimkan dari
rumah, dia sudah tahu kebenarannya. Ya Tuhan ternyata itu semua bohong. Rumahnya
terlalu bahagia dengan masalah-masalah sendiri, terlalu bahagia dengan
kehidupan masing-masing. Seseorang ini mulai merasa, pada akhirnya dia benar-benar
tidak penting untuk semua orang.
Seseorang itu mulai sadar, bahkan
tak ada satu orang pun yang benar-benar dekat dengannya. Dia sejatinya hanya
sendirian. Pada suatu titik akhirnya dia berpikir, dunia akan tetap berjalan
tanpa ada dia sekalipun. Dia melihat sekitar, berkumpul dengan orang-orang yang
selalu berkumpul dengannya, dia mulai melihat, kemudian berpikir
mungkinkah
mereka juga palsu? Hanya pura-pura berteman saja, lalu besok meninggalkan?
Pada satu titik, akhirnya dia
benar-benar lupa bagaimana caranya tersenyum yang nyata, tertawa dengan benar. Akhirnya
yang ditunjukan olehnya hanya bahagia pura-pura, selama 10 bulan. Dia berbohong
selama sepuluh bulan. Menjadi artis opera sabun yang luar biasa. Mengeluarkan lelucon-lelucon
sampah dengan ribuan topeng yang tak pernah ditanggalkannya meski hanya di
depan satu orang saja. Dia tertawa, dan tak pernah menangis. Karena dia tahu semua
yang di depannya adalah palsu. Dan bersikap palsu adalah hal wajar, mati
dibayar mati, palsu dibayar palsu, Setidaknya itulah yang dia pikirkan.
Ketika dia kembali sendirian. Dia
diam. Tidak menangis. Karena dalam pikirnya menangis hanya perlakuakn sia-sia
yang tak menghemat energy sama sekali. Menangis adalah bagian saat manusia
benar-benar merasa akhir hidupanya sudah dekat, menangis adalah bagian saat dia
memlih untuk..mati.
Dia diam. Bahkan tak ada satu
nomor pun yang benar-benar bisa dipanggilnya saat keadaan darurat, atau
sebaliknya tak pernah ada yang menghubunginya saat keadaan darurat, dia bukan hanya minor dari ribuan mayor, tapi juga sesuatu yang transparan untuk orang
sekitar, saking tak pentingnya dia hanya angin yang lewat, lalu menghilang.
Dia sadar, tahap depresinya sudah
dimulai.
Parahnya, dia egois, tetap ingin
memakannya sendirian. Satu sisi dihatinya menjerit, dia butuh pelampiasan,
setidaknya seseorang yang tidak akan memberi ribuan wejangan dan kata-kata
absolut yang mutlak serta ribuan janji-janji manis dan kata-kata gombal penuh
kenikmatan, yang menggetarkan rambut di belakang kepala, tapi tak sampai di hati sayangnya.
Dia
hanya butuh seseoang yang mau mendengarkan. Mungkin seorang teman yang tidak
palsu yang tidak akan meninggalkan ketika tahu dia hanya seonggok monster yang
mengerikan. Seorang teman yang mau menerima bukan hanya saat dia bahagia, sakit
tapi mau menangis dipemakamannnya, seorang teman yang mampu bertahan saat dia
bilang, dia ingin menyerah.
Sayangnya satu sisinya terlalu
keras, dia sudah terlalu rapuh dan jenuh, karena pada dasarnya bahkan sebelum
semuanya terjadi, seseorang ini adalah tipe yang tidak terlalu terbuka tentang
masalah pribadi. Dia adalah ruangan terbuka dengan satu pintu rahasia yang
kasat mata. tidak ada satupun orang di dunia yang menyadarinya. Karena semua
orang hanya melihat dia adalah ruang terbuka yang luas yang selalu tertawa dan
bahagia. Yang selalu mengeluh hanya gara-gara satu potong kecil keju atau
seorang dosen killer yang pelit nilai. Karena dia selalu mengeluh hal-hal kecil
yang tak penting dan minta ditertawakan jadi orang tidak tahu, jika dia memiliki
sejuta rahasia besar dalam hidupnya. Orang tidak tahu jika hatinya rapuh, jika
dirinya sebuah boneka rusia dengan banyak wajah didalamnya. Kasiahan, bahkan
tidak ada yang mengerti dia.
Suatu hari seseorang ini tidak
tahan. Dia ingin bersandar.
Dia
Takut
menangis
lalu
Depresi
Dia tahu, rel kereta atau tali
gantungan bukan satu-satunya jalan mutlak yang harus dilipih, atau satu iris di
urat nadi bukan jalan untuk mengakhiri atau memulai. Dia tahu masalah tidak
akan berhenti hanya gara-gara nyawamu lepas dari raga. Dia tahu ada sejuta hal
yang masih ingin dia lakukan meski dia tidak bahagia dengan orang sekitar.
Salah
satunya dia ingin coba makan keju tanpa muntah.
Dia tahu rel kereta terlalu
ekstrim untuk dicoba, tali gantungan terlalu tinggi untuk tubuh pendeknya
gapai, atau irisan di nadi terlalu perih dan berdarah. Karena sesungguhnya
seseoarng ini takut darah.
Dia. Pada akhirnya mencoba
percaya.
Pada
Seseorang
Disebrang telpon
Pada seseoarang yang bilang
‘aku tahu rasanya, karena aku pernah mengalaminya. But we can’t pleased
everyone. Gue literally berbahagia bertemen dengan lo, kalo bukan dengan lo, siapa
coba yang mau nyanyi lagu I need You tereak tereak, hikseu hikseu’
Yang seseorang itu butuhkan,
bukan yang mengumbar kata ‘sabar yah’
atau ‘ya ampun sini peluk’. Tapi yang
seseorang itu butuhkan hanya satu orang teman yang mau mengingat satu hal kecil
yang pernah dilakukan bersama, teman yang mengingat betapa menyenangkannya
melakukan itu bersama yang bahkan seseorang ini pun lupa kalau ternyata
bernyanyi dibukan ruang karaoke bersama itu adalah hal yang menyenangkan dan
berkesan untuk orang lain disebrang telpon. Untuk temannya – yang sekarang
mungkin bisa dia percaya dengan seluruh alam bawah sadar dan pemikirannya. teman
yang tahu betapa bodohnya seseorang itu saat hampir menanggalkan semua jati
dirinya hanya karena sebuah lagu bodoh dari boyband Korea.
Wahhh
ReplyDelete